Kamis, 17 Februari 2011

Orientasi Pertama Pada Duit


Universitas Riau kini punya 9 fakultas. Setiap fakultas ada badan kajian. Total 27 badan kajian se-UR. Yang aktif, 9 badan. Artinya, hanya sepertiga dari total badan kajian. Sungguh miris. Padahal badan kajian adalah wadah meneliti para dosen di tingkat fakultas. Meneliti merupakan satu dari tiga tri dharma perguruan tinggi. Jelas ini hukumnya wajib bagi para dosen.
Mengapa tidak aktif, alasannya beragam. Sibuk. Badannya tak sesuai bidang ahli. Alasan terbanyak, SK dari rektor sebagai kepala badan belum keluar. “Tidak ada legalitasnya,” kata mereka kompak. Sebagian kecil hanya mengatakan badannya tidak ada kegiatan, tanpa merinci alasan selanjutnya.

Pejabat tingkat universitas, termasuk Usman Tang, tak risau dengan kondisi ini. Padahal ia Kepala Lembaga Penelitian (Lemlit). Saat Netti Herawati, Kepala Badan Kajian Pangan dan Gizi mengajukan proposal bantuan dana untuk kegiatan skala nasional, “Pak Usman bilang badan tanggung jawab fakultas, bukan universitas.” Netti pun tak dibantu sepeser pun.
Mestinya Usman Tang wajib khawatir dengan badan kajian yang sepi kegiatan, sebab fakultas ujung tombak kemajuan UR. Dan penelitian salah satu komponen untuk mengukur kemajuan itu. Nyatanya ia tak cemas. Karena ia masih punya pusat kajian, pusat penelitian di tingkat universitas. Jumlahnya 12 dengan masing-masing bidang kajian. Ada perairan, lingkungan, kependudukan, ekonomi, teknologi, energi, sampai wanita.
Jika ditilik lebih jauh, pusat kajian ini juga tak aktif-aktif amat. Bahkan ada pusat kajian bikin satu kegiatan per tahun. Itu pun dari dana yang disediakan Lemlit. Usman Tang berinisiatif beri Rp 30 juta ke setiap pusat kajian. Supaya mereka punya kegiatan. “Harapannya, dari Rp 30 juta yang diberikan, mereka bisa menghasilkan lebih,” kata Usman Tang. Kalaupun banyak kegiatan, lebih berorientasi proyek.
Almasdi Syahza, dosen Pendidikan Ekonomi FKIP punya pengalaman, yang baginya, tak menyenangkan, soal pusat kajian. Waktu itu ia ingin masukkan proposal ke salah satu pusat kajian untuk suatu penelitian. Sudah diusulkan, ternyata proposalnya tak jebol. Ia yakin pusat itu bermain. “Setiap pusat ada geng sendiri. Jadi yang dapat proyek ya mereka-mereka saja,” katanya. “Ya, banyak yang bermain dosen di Unri ini. Itu sudah jadi rahasia umum,” kata Elmustian Rahman, Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK).
Tindakan curang ini jelas tidak dibenarkan. Orientasi mereka duit. Bagaimana bisa dapat proyek banyak agar duit yang masuk ke kantong juga banyak. Ujung-ujungnya, mahasiswa yang rugi. Dosen mereka sibuk di luar. Mahasiswa tidak dipedulikan. Mau menguasai materi yang diajarkan atau tidak, asalkan sudah memenuhi syarat minimal 14 kali tatap muka, ya sudah. Memajukan perguruan tinggi belum jadi tujuan utama.
Ini diakui sendiri oleh Usman Tang. “Unri masih berorientasi menambah dana universitas melalui penelitian.” Tujuan mulia, menghasilkan paten, belum jadi prioritas. Yang penting bagaimana caranya pundi-pundi dana bisa semakin dan semakin banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar