Senin, 14 Februari 2011

Semua di Luar Keingingan

 
TAHUN 1989. Sofyan Samsir berusia 24 tahun. Kebetulan Koran Warta Karya—kini harian Riau Pos—membutuhkan wartawan muda.
Soeripto—saat itu Gubernur Riau—melalui Herman Abdullah—saat itu Ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau—meminta Sofyan bergabung. “Waktu itu saya masih mahasiswa, tinggal ujian sarjana,” kenangnya.  Sayang, Warta Karya tak bertahan lama. Lantaran subsidinya dihentikan pemerintah daerah.
Untung koran itu bangkit lagi setelah bergabung dengan manajemen Jawa Pos. Alhasil, Sofyan pun diminta bergabung kembali. Tahun 1991—bertepatan dengan perang Teluk Meletus—terbitlah Koran Riau Pos edisi perdana.
Rida K. Liamsi—kini chairman Riau Pos Group—amat percaya pada Sofyan. Terbukti, dalam waktu tujuh tahun, berbagai jenjang karir disandang Sofyan. Mulai reporter, redaktur, redaktur pelaksana, sampai koordinator liputan.
Tahun 1998, Sofyan dipercaya menjabat Pimpinan Redaksi Padang Ekspres—salah satu grup Riau Pos Group. Dua tahun bekerja di Padang, ia lalu ditarik lagi ke Pekanbaru dan menjabat Pimpinan Redaksi Riau Pos. Satu setengah tahun kemudian, Sofyan ditempatkan ke Dumai. Di kota minyak itu, ia ditugaskan menjadi Pimpinan Umum Dumai Pos—juga juga grup Riau Pos.

TAHUN yang sama—1989. Sofyan Samsir masih tercatat sebagai mahasiswa Universitas Riau (UR) semester sepuluh. Selain mahasiswa, ia pun tercatat sebagai Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM)— kini Badan Legislatif Mahasiswa (BLM).
Selama menjabat Ketua BPM, Sofyan dikenal aktif bergaul hingga ke organisasi luar kampus. Salah satunya, ia sering menghadiri undangan parta Golkar, baik untuk kegiatan internal maupun eksternal.
Suatu hari, saat Sofyan menghadiri kampanye Golkar di Pekanbaru, Harmoko—saat itu Ketua Umum DPP Golkar dan Menteri Penerangan—menyerahkan kartu anggota Golkar padanya. “Sejak itu, saya selalu hadir saat Golkar ada kegiatan. Tak jarang saya jadi panitia,” akunya. Itulah awal karir suami Dra Den Yealta, MA—kini Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Kepulauan Riau.
Di awal tahun 1990-an, Sofyan sering meliput kegiatan yang ditaja Golkar—saat menjadi wartawan Riau Pos. Selain itu, ia juga tercatat sebagai salah satu pengurus di DPD Golkar Riau.
Karir Sofyan di bidang politik terus menanjak. Tahun 2003, saat Musyawarah Daerah (Musda) Golkar, ia terpilih menjadi Wakil Sekretaris DPD I Golkar Riau. “Saat itu ketuanya Darwis Rida Zainuddin,” ujar Sofyan. Dan saat kepemimpinan Darwis digantikan Ramlan Zas Datuk Tumenggung—saat itu Bupati Rokan Hulu—Sofyan dipilih menjadi wakil ketua.
Tak terasa, setahun pun berlalu. Tiba saat pemilihan umum (Pemilu) 2004. Kala itu Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) baru terbentuk. “Saya diminta menjadi caleg (calon anggota legislatif) provinsi untuk Dapil (daerah pemilihan) Natuna,” katanya.
Ia berada di urutan pertama. “Pemilu kan masih pakai sistem nomor urut. Dan Golkar dapat satu kursi dari Dapil Natuna,” tambahnya. Alhasil, kursi itu pun jatuh ke tangan pria kelahiran 11 Desember 1965.
Lima tahun menjabat, Sofyan kembali dicalonkan Golkar pada Pemilu 2009. Kali ini, ia ditempatkan di urutan empat—urutan terakhir. “Impossible bisa duduk lagi,” ujarnya pesimis. Namun Tuhan berkata lain. Melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Pemilu 2009 dilaksanakan sistem suara terbanyak. Sofyan pun berhasil mendapat suara terbanyak. Satu kursi Golkar Dapil Natuna-Anambas kembali diraihnya. “Alhamdulillah, berkat dukungan keluarga serta rakyat Natuna-Anambas,” imbuhnya.

SELAMA jadi mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UR, Sofyan dikenal aktif di berbagai organisasi kampus. Selain BPM, ia juga tercatat sebagai anggota Pramuka dan Bahana.
Bahana sangat membantu saya menjalani profesi sebagai anggota dewan. Begitu pun saat saya masih kerja sebagai wartawan Riau Pos,” ujar Sofyan. Ia mengaku, Bahana- lah yang membuatnya lebih percaya diri dan berhati-hati. “Ilmu pengetahuan bisa didapat dengan membaca dan belajar di bangku kuliah, sedangkan pengalaman hanya bisa didapat bila kita terjun langsung dan bersentuhan dengan profesi atau pekerjaan itu,” pesannya.
Seingat Sofyan, ia masuk Bahana sejak akhir tahun 1986—dua tahun setelah masuk kuliah. Uniknya, ia kenal Bahana karena jadi anggota Pramuka. “Waktu itu sekretariat Pramuka bersebelahan dengan Bahana,” kenangnya. Sofyan sering ngobrol dan diskusi dengan para kru Bahana. “Lama-lama saya jadi tertarik masuk Bahana,” ujarnya lagi.
Sofyan pun punya kisah sendiri mengapa memilih FKIP jurusan Bimbingan Konseling, meski saat itu pilihan utamanya Fakultas Ekonomi. Alasannya, dulu ekonomi merupakan fakultas paling bergengsi.
“Tapi sejak dulu saya memang ingin jadi guru,” imbuh alumnus SMAN 1 Pekanbaru ini. Cita-citanya, begitu lulus, ia akan kembali ke Midai—kampung halamannya—dan mengabdi sebagai guru.
Baginya, guru punya tugas mulia. Ia lalu teringat perkataan Djauzak Achmad, mantan Kepala Kanwil Depdikbud Riau. “Di dunia ini hanya ada satu profesi, yakni guru. Sedangkan profesi lainnya dilahirkan dari profesi guru,” ujar pria 44 tahun ini menirukan pernyataan Djauzak. Meski ia kini tak jadi seorang guru, ia tetap menghormati guru. “Kalau bukan karena guru, mungkin saya tidak akan jadi seperti ini,” katanya.

SOFYAN amat suka menulis. Itu dibuktikan dengan pengalamannya bergelut di dunia wartawan kurang lebih 17 tahun—termasuk tiga tahun di Bahana. “Itu hanya faktor keberuntungan saja,” ujarnya merendah saat ditanya kecintaannya pada dunia tulis menulis.
“Waktu itu di Pekanbaru baru ada Mingguan Genta,” kisahnya. Iseng, Sofyan lalu mengirim hasil resensi buku dan beberapa puisi karyanya. “Ternyata dimuat,” serunya. Sejak itu, rasa percaya diri timbul. Lalu ia mulai membuat tulisan lepas dan beberapa tulisan berjenis feature. Tulisan-tulisan itu pun sempat dimuat di Harian minggua Merdeka, Harian Haluan Padang, dan beberapa media lokal lainnya.
Sofyan mengaku kini sudah jarang menulis. Namun, di tengah kesibukan sebagai anggota dewan, ia masih membimbing pengelolaan website http://www.kabarkepri.com.
Bapak empat anak ini meyakinkan belum ada prestasi yang fenomenal dan monumental selama bergelut di dunia tulis menulis. “Satu-satunya, juara dua lomba karya tulis Pameran Pembangunan Propinsi Riau dalam rangka HUT RI,” akunya seraya tertawa.

SOFYAN punya prinsip hidup mulia. Baginya, penentu keberhasilan seseorang adalah Allah SWT. “Kita punya rencana. Allah juga punya rencana. Dan pastinya rencana Allah adalah yang terbaik untuk kita,” ujarnya berfilosofi.
Salah satu rencana Allah yang menjadi pengalaman paling berharga dalam hidup Sofyan saat naik haji. Saat itu—tepatnya tahun 1995— hal ini tak pernah terpikir dalam benaknya. “Saya harus berterima kasih kepada tiga orang pertama: Soeripto, Muhammad Sani, dan Rida K. Liamsi.”
Soeripto—saat itu Gubernur Riau—orang yang menyetujui permohonannya meliput perjalanan ibadah haji. Muhammad Sani— saat itu Kepala Biro Kesra Kantor Gubernur Riau—kini wakil gubernur Kepri--adalah orang yang mendorong dan membimbing hingga namanya muncul sebagai salah seorang yang diberangkatkan haji Pemda Riau. Dan Rida K. Liamsi—saat itu Pimpinan Umum Riau Pos—meminta Sofyan meliput perjalanan ibadah haji menggantikan dirinya.
Namun, tak berarti ia puas dengan apa yang sudah dicapainya kini. “Sebagai politisi, tentu ada hal utama yang belum tercapai, yakni mensejahterakan rakyat,”tutup Anggota Dewan Penasehat Kadin Provinsi Kepri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar